Satu tahun yang digunakan untuk memanusiakan kehidupan kaum miskin selama krisis, satu tahun pertumbuhan di dunia Selatan dan Eropa. Komitmen untuk mengurangi meluasnya kekerasan di kota-kota besar, usaha-usaha untuk damai, doa, budaya dan dialog antara kaum beriman dan generasi.
Sungguh merupakan tahun yang sulit bagi dunia dan Italia. Komunitas Sant'Egidio yang ada di 73 negara, hidup "dalam krisis", mencoba untuk menyediakan jawaban bagi humanisasi beberapa berita baik: Injil, persahabatan, kemiskinan, "Gereja bagi setiap orang dan khususnya yang miskin", sebuah komitmen yang diperbarui di tahun peringatan ke-50 pembukaan Konsili Vatikan II.
Tahun 2011 Afrika sekali lagi menjadi pusat perhatian untuk membangun alternatif nyata dalam keinginan untuk melarikan diri, epidemik, ketiadaan hukum dan penyalahgunaan kekuasaan, meningkat diantara banyak hal lainnya yang dikarenakan gagalnya sistem pencacatan sipil. Tahun yang baru saja berlalu menjadi saksi tumbuhnya Komunitas di daerah Sub-Sahara Afrika dan kemampuan untuk menyumbangkan harapan dalam situasi sulit dengan cara yang nyata.
Di setiap negara di Afrika, dan juga di Amerika dan Asia seperti juga di Barat dan Eropa Timur, Komunitas Sant'Egidio, baik itu kecil ataupun besar, baru ataupun berpengalaman, dibimbing dengan jalan doa pribadi maupun bersama dan pelayanan kepada kaum miskin, dengan menawarkan prakarsa nyata untuk rekonsiliasi dalam bidang dan tataran budaya, dalam cara yang positif, godaan intoleransi, ketakutan pada si miskin, yang jumlahnya semakin tinggi dikarenakan oleh krisis ekonomi terutama terhadap kaum imigran, anak-anak, orang-orang berkebutuhan khusus, para lansia, kaum gipsi dan kaum minoritas sosial dan agama. Satu tahun di jalanan, tempat semua masalah dunia selalu ada, beberapa langkah, juga masalah-masalah Komunitas: hak untuk perawatan telah ditolak, kekerasan oleh kelompok gang anak muda, isolasi pada para lansia tidak lagi terbatas di Eropa dan di negara berkembang, ketika migrasi dilihat sebagai bahaya dan bukan sebagai kesempatan, di saat-saat krisis, dan dengan runtuhnya pikiran sehat tentang hal baik dan solidaritas. Doa, persahabatan, kaum miskin: usaha setiap hari untuk memperbaiki alasan-alasan untuk hidup bersama di masyarakat mengkhawatirkan krisis keuangan atau tergoda oleh konflik sipil dan etnis dari pertengkaran-pertengkaran kecil antar kelompok dan resiko dari eksploitasi agama.
Alternatif tumbuhnya penyebaran kekerasan telah melibatkan puluhan ribu orang dan mengenalkan kondisi para lansia, korban bisu yang diabaikan oleh krisis global di benua, ke agenda masyarakat muda di lembaga Afrika dan Amerika Latin. Dengan tanggapan penting dari pemerintah dan pemerintahan lokal di awal proses yang akan menjadi lebih parah di tahun-tahun yang akan datang membutuhkan jawaban segera saat ini. Tahun 2011 melihat pemenuhan tujuan-tujuan yang tak dapat dipikirkan, seperti sistem pendaftaran penduduk melalui program BRAVO! bagi tiga juta orang di Burkina Faso, pada saat yang sama sebuah proyek untuk perbaikan fasilitas cacatan kelahiran di Sub Sahara Afrika, dengan Kursus Pan-Afrika dan permulaan infrastruktur di negara-negara lain.
Tapi dalam setahun pula program DREAM menyebar ke Congolese ibu kota Kinshasa, yang mana program ini menunjukan betapa universalnya akses terhadap terapi mengurangi penularan dan mengurangi transmisi virus.
Tapi keberadaan Komunitas Sant'Egidio di Afrika dapat diinterpretasikan dengan cara lain, ribuan cerita perseorangan tentang kebebasan dan kebangkitan, sebuah jawaban sejati untuk "pesimisme Afrika". Seperti kelompok pelajar pertama dari sekolah "Florbert Bwana Chuy" di Goma, sebuah daerah yang tercabik-cabik oleh perang dan tragedi alam, dapat melanjutkan sekolah di SMA. Ribuan terpidana di penjara-penjara Afrika yang dapat tidur di atas kasur, makan, bisa memiliki kontak dengan dunia luar, dibebaskan setelah menghabiskan hukuman mereka. Ada juga prakarsa-prakarsa dialog damai di Nigeria, yang mendewasakan keberadaan Komunitas di Pantai Gading, memungkinkan Komunitas memediasi dan memecahkan konflik antara kaum Kristen dan Muslim, mencegah pembalasan dendam dalam kasus serangan terhadap gereja-gereja dan masjid-masjid., menciptakan sebuah dewan kerja sama regional bersama yang menjadi struktur rekonsiliasi setelah perang saudara.
Ada juga Afrika di luar Afrika dengan hubungan budaya dan solidaritas yang melibatkan benua lain. Seperti digambarkan melalui Kafe Koktail Afrika di Moskow untuk mendukung pengobatan AIDS dan program kerajinan tangan bagi kaum lansia di Italia dan negara-negara lain sebagai dukungan bagi kaum lansia di seluruh desa dan, pada berbagai tingkatan, permintaan dari Kepresidenan Senegal kepada Komunitas Sant'Egidio untuk sebuah usaha resmi bagi rekonsiliasi dalam konflik-konflik bersejarah dalam konflik separatis di Casamance. Humanisasi kondisi di penjara-penjara Afrika, disaksikan, dengan cerminan kesan, oleh Komunitas yang berasal dari seluruh dunia terlibat dalam kampanye "membebaskan terpidana", perwujudan solidaritas dan dukungan dari penjara di Italia dan Eropa bagi mereka di dunia bagian Selatan (sementara sebuah prakarsa publik menentukan menyetujui amnesti dan sebuah reformasi keadilan dan hukuman sedang berlangsung di Italia pada saat kepadatan yang berlebihan dan turunnya langkah-langkah alternatif untuk penahanan dan penyatuan kembali. Perawatan untuk penyakit mata dimulai di Kinshasa, berhasil bagi kaum lansia dan anak jalanan di Savé, Benin, sekolah damai Komunitas yang mencegah eksekusi, mewakili beberapa respon lokal terhadap masalah-masalah besar yang menimpa bagian besar penduduk, seperti perjuangan melawan kekurangan gizi dan prakarsa untuk pendidikan kesehatan dan pencegahan, yang telah mencapai kira-kira satu juta orang.
Orang-orang yang terlibat dan pengalaman Komunitas menjadi sekolah demokrasi, ketidaksetaraan dapat diatasi dan demokrasi "Injili" yang menjadi penularan dan sebuah elemen pembaruan dalam masyarakat madani: aktivis "Perempuan untuk Dream" sebuah gerakan ketika wanita diisolasi dua kali dikarenakan penyakit dan masih dikucilkan karena kondisi kemiskinan, saat ini mewakili harapan bagi sebuah benua yang didemoralisasi oleh AIDS dan mewakili contoh dan pemicu bagi sebuah masyarakat yang lebih seimbang antara pria dan wanita. Sebuah dunia "bertolak belakang", tempat si miskin memiliki nama dan martabat, tidak lagi dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat, dan dapat hidup sekali lagi dengan martabat. Hal ini dapat diperoleh oleh surat ucapan terima kasih yang dikirimkan oleh seorang pengemis di Conakry bagi Komunitas, diantara penghargaan lainnya, merupakan satu dari yang paling lembut dan dalam.
Tahun 2011 merupakan tahun pencerahan dengan beatifikasi Paus Yohanes Paulus II di bulan Mei: sebuah hadiah istimewa bagi Komunitas, yang merasakan kedatangan ikon Beato Wojtyla di Sant'Egidio dan di Basilika Santa Maria Travestere. Setahun kedekatan dengan Paus Benediktus XVI, dari pertemuan-pertemuan dan ungkapan-ungkapan dukungan sebelum dan selama Pertemuan Internasional Dialog dan Doa Damai yang diadakan di Munich sebagai perayaan ke-10 serangan terhadap gedung WTC dan 25 tahun pertemuan Asisi. Pesan Paus Benediktus XVI secara kuat menyatakan kembali perlunya "semangat Asisi" dan usaha yang tidak terputus untuk menguatkan dan memperluas dalam budaya saat ini yang berbeda-beda.
Dialog antarbudaya dan kaum beriman di seluruh dunia, tanpa takut akan perbedaan, ditegaskan sebagai sebuah kunci untuk membangun seni hidup bersama dalam situasi kompleks dan selalu menjadi alternatif yang mungkin bagi konflik-konflik dan kekerasan individual dan kolektif. Semangat Asisi bukanlah sebuah irenics, tapi sebuah usaha nyata, sulit, dan beresiko, untuk mengatasi konflik dan diskriminasi, yang melibatkan banyak pengorbanan bahkan sampai pengorbanan jiwa. Perayaan ke-25 Pertemuan Asisi bertepatan dengan kesaksian dan kemartiran Shahbaz Bhatti, Menteri Urusan Minoritas di Paskistan, seorang sahabat spiritualitas Komunitas yang dibunuh dalam sebuah serangan teroris di awal tahun. Komitmennya kepada Komunitas terus berlanjut oleh saudara laki-lakinya, Paul Bhatti, yang kembali ke Pakistan untuk bekerja demi dialog dan minoritas. Tahun yang telah berlalu juga dapat ditelusuri kembali sekilas di Asia dengan melakukan kontak lebih dekat dengan orang-orang Kristen yang berada dalam kesulitan dan orang-orang Kristen yang diserang di Nigeria dan beberapa bagian di dunia. Tapi sebuah mata juga tertuju pada konstruksi dan konsolidasi Komunitas di daerah-daerah yang masih dalam masalah: sebuah pengalaman mengajarkan damai dan dialog, yang menghasilkan hasil di masyarakat: 27anak pertama yang merupakan bagian adopsi jarak jauh di Indonesia sekarang bisa melanjutkan pendidikan mereka di universitas.
Berawal dari pengalaman Bhatti dan penyampaian Kitab Suci di Basilika Santo Bartholomeus di Pulau Tiber merupakan prakarsa nyata lainnya yang muncul: Komunitas yang mulai pelayanan baru untuk kaum lansia, seperti di Hohannabad, dari Pakistan ke India. Dengan selalu disertai oleh prakarsa budaya, seperti Konferensi Internasional untuk Dialog bersama Patriakh Orthodok Moskow dan gereja-gereja Orthodoks lainnya dalam amal, hari tua sebagai anugerah, kemartiran, tokoh-tokoh simbolis seperti Xu Guangqi. Dialog dan Budaya Tapi budaya juga menjadi komunikasi, dimensi dan komitmen pribadi, prakarsa harian (doa dan pertemuan di pinggiran kota Roma dan kota-kota lainnya dalam hal kekerasan kota, seperti pembunuhan Maricica Hahaianu, yang memiliki ekuivalensi di negara lain dalam menghadapi peristiwa yang sama).
Satu tahun Sant'Egidio, di seluruh dunia, adalah sebuah tahun yang dihabiskan dengan anak-anak, kaum imigran, sekolah Injil, sekolah damai, gerakan kaum muda, dari gerakan Negeri Pelangi ke Kaum Muda bagi Perdamaian, ke "Panjang Umur kaum Lansia" dan "Para Sahabat": di bagian terdepan negara-negara, kemampuan dan ketidakmampuan dan usia yang memerlukan sebuah makna yang berbeda dan menjadi sebuah kebiasaan hidup berdampingan di dunia yang majemuk.
Sulit untuk menjelaskan, tidak mungkin untuk menyatukan. Sensitivitas disebarkan, seiring waktu, menciptakan komunitas kecil, tempat mengkomunikasikan Injil, berkarya bagi damai dan bagi kemanusiaan. Dari Haiti ke Kuba, dari Antwerpen ke Washington, dari Paris ke San Salvador. Dan di waktu-waktu khusus, menjadi dekat dengan kemampuan lokal, dalam cara global di dalam keadaan darurat yang besar: dari gempa bumi di Jepang ke krisis kelaparan di Tanjung Afrika dan Kenya. Selalu "lokal". Menciptakaan pelayanan baru bagi kaum miskin, bagi kaum lansia, dari Kivu ke Kuba, dengan prakarsa nyata dalam bidang mempertahankan kehidupan kaum lansia dan anak-anak dari gelombang kekerasan dan tuduhan sihir, yang memercikan proses eksekusi yang cepat di wilayah Afrika.
Di malam perayaan Komunitas bertepatan dengan kebangkitan dan pemakaman seorang tokoh terkenal dalam sejarah demokrasi Italia di Sant'Egidio dan Santa Maria Travestere: Oscar Luigi Scalfaro, yang meninggal setelah konklusi perayaan Italia Bersatu yang ke-150. Perayaan sekular yang namun begitu diwakili untuk Sant'Egidio demi sebuah alasan khusus untuk keterlibatan negara dan doa bagi kesatuan negara di saat-saat sulit, yang ditandai oleh kekacauan dan kabut tebal yang dihadang oleh sistem politik dan pencarian solusi bersama untuk kebaikan bersama. Hal ini bukan perayaan resmi yang diinterpretasikan oleh para Sahabat secara indah, dengan keberanian dan kreativitas, dari pertunjukan “Noi, l’Italia (We, Italy)” (Kami Italia) ke pameran yang luar biasa “I/O Io è un altro” pada acara Venetian Biennial dan 150 karya seniman berkebutuhan khusus yang dipamerkan di Quirinale yang dibuka oleh Presiden Giorgio Napolitano.
Cerita yang muncul berfungsi sebagai jejak langkah bagi satu tahun yang berat bagi kaum miskin dan bagi mereka yang merasakan krisis lebih dari pada yang lain. Komunitas mencoba menyampaikan pendapat umum masalah-masalah yang dialami negara-negara, khususnya banyak keluarga, kaum muda dan lansia yang sendiri, melalui siaran dan konferensi pers, demonstrasi dan pawai solidaritas di atas semakin seringnya episode rasisme.
Pawai 16 Oktober bersama Komunitas Yahudi di Roma telah menjadi acara tahunan. Seiring dengan peringatan deportasi Auschwitz di peron 21 stasiun kereta api Milan (dan seluruh Eropa, Buenos Aires dan banyak bagian Amerika Latin) telah menjadi bagian Hari memori seluruh kota dan kesempatan untuk membela kaum minoritas.
Namun demikian, krisis ekonomi telah meningkatkan iklim konflik sosial dan penyederhanaan, godaan untuk mengeksploitasi kesulitan dan runtuhnya kualitas sistem kesejahteraan. Dalam konteks ini, Komunitas memutuskan untuk terus melanjutkan prakarsa bagi kaum miskin, dengan Panduan Tempat Makan, Tidur dan Mandi yang diterbitkan di Roma, Barcelona dan banyak kota besar lainnya dan meningkatkan usaha-usaha tersebut sebagai bangunan sosial. Konferensi-konferensi berita berkaitan dengan kaum Gipsi, lansia, imigran dan orang-orang yang tercerabut, statistik yang diedarkan berkenaan dengan korban "tersembunyi" krisis ekonomi: gerakan terus menerus sepanjang tahun. Kemampuan inovatif "Restoran Para Sahabat" yakni menciptakan sekolah bagi profesi baru dalam bidang restoran bagi kaum berkebutuhan khusus, sebuah kecenderungan yang bertolak belakang dengan penghargaan terhadap dinamika buruh. Sebuah usaha khusus dihasilkan oleh Laporan Kemiskinan di Roma dan Lazio.
Bangunan dan tawaran yang jauh di luar perpecahan ideologi: satu tahun yang panjang proposal bagi hukum baru untuk memberikan kewarganegaraan bagi kaum imigran, mulai dari anak-anak. Sebuah prakarsa yang bersifat pendidikan dan antropologi: musim panas di Lampedusa dengan kaum imigran, di Albania, di Afrika dengan kaum miskin dan usaha budaya untuk memulihkan martabat dan kekuatan bagi komitmen bagi pelayanan para sukarelawan dalam suatu masa yang didominasi oleh faktor ekonomi. Titik tertinggi muncul dengan konferensi nasional "Sahabat kaum Miskin" dalam kesukarelawanan dan kebaikan di Napoli, yang menarik ratusan kelompok Katolik bekerja sama Komunitas Paus Yohanes XXIII.
Ini adalah sebuah tahun yang ditandai oleh masalah-masalah kaum Gipsi dan imigran. Atas nama penduduk Roma, di Roma dan kota-kota lainnya di Italia dan Eropa, khususnya di Eropa Timur, Komunitas meningkatkan komitmen publik dan usaha bersama pemerintah lokal untuk menghentikan evakuasi dan membendung rasa ketidakamanan dan meluasnya sentimen anti gipsi. Kematian 4 anak dalam rumah karavan di Roma membawa Komunitas meminta untuk sebuah hari berkabung dan, dengan Gereja Roma, meluncurkan sebuah rencana luar biasa untuk perumahan dan pendidikan. Kematian yang meningkat dari kaum imigran yang berasal dari Timur Tengah merupakan isu lain dalam dialog Komunitas dengan masyarakat madani dan lembaga-lembaga untuk mengalahkan godaan dari ketakutan dan kriminalisasi imigran di jaman pembuatan perubahan, seperti yang sedang terjadi di dunia Arab.
Singkatnya, sungguh sulit menggambarkan satu tahun dalam kehidupan Komunitas, yang tidak bisa dibatasi oleh keberhasilan yang dicapai di masa ketika kesulitan-kesulitan tumbuh bagi setiap orang. Sebuah tahun spesial bagi Eropa. Jika sebuah pusat yang dicari dalam sebuah tindakan yang tidak bisa ditelusuri pada satu peristiwa besar di tahun 2011, hal ini mungkin berarti Eropa. Dan kebutuhan untuk membandingkan, sejauh mungkin, penarikan Eropa pada masalah mereka sendiri dalam erosi yang lambat tapi semakin meningkat di Eropa, atau yang Identitas pro-Eropa Bukan hanya "Eurafrika", tapi sebuah komitmen langsung di banyak negara bagi cara berpikir "Eropa" di masa keraguan Eropa dan masalah-masalah internasional yang terpusat pada masalah-masalah ekonomi zona "Euro". Saluran-saluran komunikasi dan kerja sama diciptakan dengan tokoh-tokoh "Arab Spring" (musim semi Arab) dan dengan perubahan yang sedang terjadi di Timur Tengah, dari Tunisia sampai Libya dan Mesir, tanpa melupakan solidaritas dahulu, seperti dengan wilayah Balkan. Pilihan kota Sarajevo sebagai tempat untuk Konferensi Internasional Antaragama bagi Damai yang akan datang di bulan September 1212, mewakili sebuat titik capaian dari komitmen ini, yang menandai tahun 2011 dengan keterlibatan Komunitas, sebuah tantangan untuk hidup berdampingan dalam zona kemartiran Eropa. Dialog ekumene terus berlangsung, diantara lainnya, pertemuan-pertemuan dengan Patriakh Serbia Irenej dan Patriakh Rumania Daniel, dan ikatan persahabatan yang terus meningkat dengan Patriakh Konstantinopel dan Moskow, seperti di kutip dalam surat pribadi dari Patriakh Kirill, begitu pula dengan organisasi Islam dari Indonsia sampai Pantai Gading.
Dialog menjadi mungkin untuk dicapai di sepanjang tahun 2011, kemajuan penting dan positif dalam perjuangan untuk hidup dan menghentikan hukuman mati. Sebuah pertempuran inovatif dan institusional, bekerja sama dengan organisasi-organisasi lain dan pemerintah Italia, memberikan sumbangsih untuk menghalangi ekspor ke Amerika Serikat satu dari tiga jenis bahan yang digunakan dalam suntikan mati. Komunitas juga terus memberikan sumbangsihnya untuk penghapusan tetap hukuman mati di Mongolia dan Benin. Komunitas Sant'Egidio terus melakukan usaha untuk membentengi Koalisi Dunia Anti Hukuman Mati, yang didirikan di Roma tahun 2002, dan memperluas dalam gerakan "Kota anti hukuman mati" hampir di 1500 kota dan memberikan pengaruh pada "Hari Internasional Kota bagi Kehidupan". Konferensi Pan-Karibia yang pertama melawan hukuman mati, diangkat oleh Komunitas bekerja sama dengan pemerintah Spanyol, diadakan di Madrid bulan Oktober, memberikan jalan bagi pembentukan koalisi Karibia Lebih Besar bagi Kehidupan.
Sebuah tahun kedewasaan spiritual yang ditandai oleh 970 jamuan makan siang Natal yang melayani sekitar 150.000 orang di lebih dari 70 negara. Pengorganisasian makan siang ini dibantu oleh lebih dari 10.000 sukarelawan baru, sebuah tanda kedermawanan, sebuah tanggapan terhadap meningkatnya jumlah orang miskin, orang-orang kesepian, sebagaimana pula meningkatkan kemauan bahwa Injil mungkin dibangkitkan kembali.
Sant'Egidio dalam usia 44 tahun sekilas dalam jamuan makan Siang Natal, yang memerlukan banyak persiapan dan mengungkapkan keindahan masyarakat ketika mereka mencoba untuk menunjukkan rasa hormat bagi si miskin: sakramen untuk menghargai si miskin dalam praktek dan penyatuan antara sakramen meja makan dengan sakramen di altar. Doa dan orang miskin, menurut sahabat yang sudah almarhum, seorang teolog Olivier Clement. Itulah yang Komunitas Sant'Egidio coba alami dengan segala keterbatasannya. |