Catholic Daily Indonesian | 11 Junio 2010 |
PERSAHABATAN DAN PERSAUDARAAN |
|
Mungkin belum terlalu banyak di antara kita di Indonesia yang mendengar nama Komunitas Sant’Egidio. Baru-baru ini saya diundang untuk menghadiri pertemuan para sahabat Komunitas Sant’Egidio di seluruh Indonesia untuk memperingati 40 tahun berdirinya Komunitas itu.
Pertemuan dihadiri oleh 10 uskup, puluhan imam, biarawati, anggota Sant’Egidio Indonesia dan 2 perwakilan dari Italia yaitu Valeria Martano (termasuk orang pertama dalam Komunitas di Italia) dan Mgr. Ambrogio Spreafico (Rektor Universitas Kepausan Urbaniana dan calon uskup Coadjutor Frosinone-Italia).
APA DAN SIAPAKAH KOMUNITAS SANT’EGIDIO ?
Komunitas Sant’Egidio didirikan oleh seorang awam Italia yang bernama Andrea Riccardi pada tahun 1968. Pada waktu itu dia masih berumur 18 tahun. Dalam jangka waktu 40 tahun setelah pendirian, Komunitas ini sudah hadir di banyak negara, di lima benua dan pelayanannya merambah banyak bidang dari kehidupan manusia sesuai dengan spiritualitas, visi dan misi Komunitas.
SPIRITUALITAS KOMUNITAS : PERSAHABATAN DAN PERSAUDARAAN
Spiritualitas Komunitas ini bisa diringkas dalam dua perkataan yaitu Persahabatan dan Persaudaraan. Menurut Mgr. Ambrogio Spreafico, spiritualitas persahabatan dan persaudaraan merupakan salah satu spiritualitas yang penting dalam hidup kristiani karena semangat ini menyentuh kehidupan semua orang dari berbagai lapisan masyarakat dan semua spiritualitas, bukan hanya spiritualitas kristiani saja.
Persahabatan dan persaudaraan yang sejati adalah persahabatan dan persaudaraan di dalam Tuhan. Oleh karena itu mereka menjabarkan semangat ini dalam cara hidup dan pelayanannya yaitu untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Dan memang melalui penggalangan persatuan dan kesatuan ini, mereka bisa merealisasi persahabatan dan persaudaraan dengan berbagai bangsa, agama dan aliran, yang mereka sebut sebagai persatuan di sekeliling Tuhan.
HUT 40 TAHUN KOMUNITAS
Tahun 2008, mereka memperingati 40 tahun berdirinya Komunitas dengan berbagai macam acara di seluruh dunia: berdoa bersama Paus di Basilika St. Bartolomeus, Roma yang pengelolaannya diserahkan kepada mereka, Pertemuan persaudaraan dan persahabatan di Indonesia dan sebagainya.
Dalam rangka pesta 40 tahun ini, Andrea Riccardi sebagai pendiri, mengambil tema : KASIH-NYA TIADA BATAS, yaitu kasih dan sukacita sebagai orang Kristen. Suatu kasih dan sukacita yang bertentangan dengan kesedihan, sikap pesimisme dari dunia jaman sekarang, ketakutan sebagai orang Kristen untuk mengungkapkan jati diri dan imannya, ketidak adilan, individualisme dan sebagainya.
Untuk mewujudkan kasih dan sukacita ini, memang bukanlah hal yang mudah. Khususnya di dunia jaman sekarang yang diwarnai sangat kental oleh konsumerisme, diktatorisme dan sebagainya yang kesemuanya membawa orang pada ketidak puasan, merasa diri lebih baik dari yang lainnya, kesombongan sehingga merasa dialah yang memiliki jawaban yang paling tepat terhadap segala persoalan, ketakutan yang mendalam, kesedihan, kekecewaan dan sebagainya. Mgr. Ambrogio mengambil satu contoh dari Kitab Suci, yaitu dari Injil Lukas 18:18-30. Perikop ini berbicara tentang orang kaya yang bersedih hati setelah Yesus menyuruh dia membuang semua hartanya jika dia mau sungguh mengikuti Yesus. Dia merasa sudah memiliki semuanya dan sudah melakukan semuanya, maka maksud yang sebenarnya dia datang kepada Yesus adalah untuk memamerkan dan mendapatkan pujian. Dari peristiwa ini kita bisa melihat bahwa apa yang dia peroleh di dunia belum memuaskan dia sepenuhnya, makanya dia masih mencari konfirmasi dari Yesus. Tetapi kenyataannya, dia disuruh membuang semua harta duniawi itu dan hal ini menyedihkannya. Orang Kristen yang sesungguhnya harus memancarkan kasih dan sukacita karena adanya Kristus di dalam dirinya atau dia harus memancarkan Kristus sendiri, bukannya terikat pada apa yang ada dan berasal dari dunia.
Dari penjelasan di atas kita melihat bahwa dunia, tempat kita hidup merupakan dunia yang sakit dan butuh untuk dirubah supaya kita bisa memancarkan kembali kasih dan sukacita Kristus di dunia. Kunci utama untuk mengubah dunia adalah dengan mengubah manusianya terlebih dahulu. Inilah tugas kita semua sebagai orang Kristen. Terlebih dahulu kita harus mengubah diri sendiri, baru kemudian membantu sesama untuk berubah.
Secara khas menurut spiritualitas persahabatan dan persaudaraan dari Komunitas, tugas ini kemudian diungkapkan dalam visi dan misi konkret yaitu :
1. Pembinaan kaum muda supaya mereka dapat melayani dunia dengan penuh semangat, menurut kehendak Allah.
2. Menjadikan Kitab Suci sebagai Sabda yang menghidupkan, sebagai pendamping hidup. Untuk menegaskan pentingnya peran Kitab Suci dalam kehidupan, Mgr. Ambrogio mengutip kata-kata St. Yohanes Krisostomus. St. Yohanes suatu kali membantah pendapat yang mengatakan bahwa Kitab Suci itu hanya untuk para rahib. Menurutnya, justru yang lebih membutuhkan sebenarnya adalah kaum awam yang dalam kehidupannya sehari-hari penuh dengan banyak hal sebagai profesional, pekerja dan sebagainya. Awam tanpa Kitab Suci seperti seorang manusia yang kosong tanpa hati.
SARANA PENGHAYATAN VISI DAN MISI KOMUNITAS
Ada banyak sarana di dalam Komunitas Sant’Egidio yang disediakan untuk membantu anggotanya mengubah diri sendiri sesuai dengan visi dan misi.
1. Doa malam komunitas setiap hari. Doa ini mirip dengan Ibadat Sore atau Vesper dengan lagu-lagu dan pendarasan Mazmur secara Gregorian. Di dalamnya ada pengajaran dari Kitab Suci.
2. Pendalaman Kitab Suci sebulan dua kali dengan bahan yang dikirim dari Roma.
3. Pembinaan khusus yang dilakukan dua kali setahun, sekali diadakan di Italia dan sekali lagi dilakukan di Indonesia oleh pembimbing yang datang dari Italia.
4. Konvensi tahunan yang diadakan sesuai dengan kondisi dan jumlah anggota, sejauh ini di Indonesia diadakan di dua tempat yaitu di Kupang dan di Bogor.
5. Bahan renungan harian yang ditulis oleh Mgr. Vincenzo Palia, Uskup dari Terni, Italia.
PELAYANAN KOMUNITAS
Ada berbagai bentuk pelayanan yang dilakukan oleh Komunitas Sant’Egidio. Berkaitan dengan pelayanan ini mereka menamakan diri mereka sebagai “Amici dei Poveri” = teman dari orang-orang miskin. Tentunya hal ini tidak bisa lepas dari situasi dan kondisi Italia 40 tahun lalu, saat Komunitas pertama kali berdiri. Saat itu, banyak sekali orang miskin yang menderita di Italia. Penderitaan mereka menyentuh hati Andrea Riccardi yang kemudian mendirikan Komunitas Sant’Egidio untuk melayani mereka. Jadi orang miskin merupakan sentral dari hidup berkomunitas. Bagi mereka orang miskin, adalah mereka yang terlebih-lebih paling membutuhkan :
1. Sabda Allah
2. Untuk bertumbuh dalam iman
3. Untuk di evangelisasi
4. Untuk ditolong yaitu secara khusus menjadikan mereka sebagai sahabat
Jadi pelayanan kepada orang miskin ini bukan hanya sekedar karya sosial belaka, tetapi juga memanusiakan orang miskin, menjadikan mereka sahabat karena di dalam mereka, Allah juga ada. Inilah gambaran pastoral Konsili Vatikan II menurut Yohanes Paulus II yang ingin dijalankan oleh Komunitas Sant’Egidio. Paus Yohanes Paulus II mempraktekkannya sendiri di dalam pelayanan pontifikatnya : berbicara, membimbing, mengajar dan memandang yang dilayani. Memandang artinya tidak menganggap rendah sama sekali yang dilayani. Jadi bagi mereka, orang miskin bukan hanya orang yang harus kita tolong, tetapi bagian dari keluarga yang sama yaitu Keluarga Allah, satu keluarga besar yang sama. Melalui orang miskin kita juga bisa belajar secara efektif bagaimana mengharapkan yang terbaik untuk sesama, tanpa mengharapkan balas jasa atau pahala.
Berbagai bentuk pelayanan Komunitas Sant’Egidio antara lain :
1. Doa Malam Komunitas yang terbuka untuk umum. Doa ini di Roma-Italia menjadi sangat terkenal sehingga banyak umat yang bergabung dengan mereka setiap hari. Dan acara doa ini juga merupakan sarana untuk menarik anggota baru.
2. Sekolah Damai yang bertujuan mendidik anak-anak miskin dan terlantar tentang kehidupan yang bermoral, tentang kesatuan di dalam perbedaan, bagaimana bekerja sama dalam perbedaan, tentang lingkungan hidup, toleransi antar agama dan sebagainya. Di Indonesia sendiri sudah ada 15 Sekolah Damai dengan 900 murid. Dan guru di sekolah ini adalah para anggota Komunitas sendiri.
3. Program anak asuh yang bukan hanya sekedar memberi bea siswa, tetapi juga membiayai kehidupan si anak.
4. Sahabat Mereka yang di Jalanan. Mereka memulai pelayanan ini dengan mengambil teladan orang Samaria yang baik hati. Pelayanan kepada orang di jalanan dilakukan dengan menyiapkan makanan untuk mereka setiap 2 minggu sekali. Acara khusus Natal bersama orang miskin : Ibadat bersama dan makan siang bersama. Untuk tahun 2007 yang lalu, Komunitas Indonesia berhasil mengundang 3000 orang miskin untuk acara Natal ini sedangkan secara total, Komunitas di seluruh dunia berhasil mengundang 100.000 orang miskin untuk acara Natal ini.
5. Pelayanan khusus untuk bekas penderita kusta yang dikucilkan dari masyarakat di luar kota Yogyakarta. Komunitas di Yogya mengunjungi sahabat bekas penderita kusta ini setiap seminggu sekali. Mereka diajak doa dan makan bersama. Yang utama dari misi Komunitas adalah menawarkan persahabatan dan persaudaraan.
6. Moratorium untuk menolak hukuman mati. Kegiatan yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan tanda tangan untuk menolak hukuman mati, mengadakan pawai dan dialog. Salah satu aktivitas mereka yang terkenal di Indonesia adalah usaha untuk membatalkan hukuman mati Tibo cs. Walaupun usaha itu mengalami kegagalan, tetapi kegagalan ini tidak menyurutkan niat dan semangat mereka.
7. Pelayanan kepada Lansia, khususnya di Panti Jompo, yaitu dengan memberikan kasih dan perhatian melalui kehadiran mereka di sana, menemani dan mengajak rekreasi.
Didalam pertemuan di Ciawi yang dihadiri oleh Uskup, imam, biarawan dan biarawati ini, Komunitas Sant’ Egidio mengajak semua peserta untuk saling berbagi persaudaraan rohani yang bersumberkan pada Roh Kudus. Komunitas Sant’Egidio ingin mengembangkan hidup berkomunitas bekerja sama dengan semuanya dalam kehidupan Gereja. Dan hidup berkomunitas dianggap sebagai satu cara yang aktual dan efektif untuk menjawab kebutuhan dunia yang menderita.
REFLEKSI PRIBADI : OLEH-OLEH
Selama 3 hari saya mengikuti acara pertemuan persahabatan dan persaudaraan Sant’Egidio ini, saya tersentuh oleh beberapa hal :
1. Keberanian, yaitu keberanian dari Komunitas Sant’Egidio Indonesia untuk mengadakan pertemuan ini, di mana pesertanya adalah para Uskup, para Imam, biarawan dan biarawati. Suatu keberanian yang berdasarkan pada kesadaran, keyakinan dan cinta pada dan sebagai anggota Komunitas.
2. Cinta dan keyakinan yang teguh yang didasari oleh pengenalan dan rasa memiliki Komunitas. Hal ini saya lihat baik melalui percakapan maupun melalui perbuatan sepanjang pertemuan dan melalui sharing yang mereka berikan selama pertemuan. Melalui percakapan, saya melihatnya sewaktu saya mewawancarai salah satu anggota yang baru masuk 2 tahun yang lalu. Sedangkan melalui sharing yang diberikan, saya menjadi tahu bagaimana mereka harus berjuang untuk menghayati panggilan menjadikan setiap orang sebagai sahabat dan saudara mereka, khususnya para pengemis dan gelandangan di jalanan. Sering kali mereka ditolak, dicaci maki, tidak dianggap dan sebagainya, tetapi mereka berjuang terus dengan kasih, sampai akhirnya mereka sungguh diterima sebagai sahabat dan saudara. Bahkan ada pengalaman di panti jompo, ada satu anggota komunitas yang sungguh dicari dan dibutuhkan oleh seorang ibu tua.
Dari pengalaman ini, saya melihat bahwa mereka sungguh mengenal secara mendalam, sehingga dengan penuh keyakinan menghayati spiritualitas mereka dalam kehidupan doa dan dalam kehidupan pelayanan mereka yang sesuai dengan spiritualitas itu. Di Indonesia, komunitas ini dipimpin oleh sdri Priska. Bila Anda ingin mengetahui lebih jauh komunitas Sant’Egidio silakan berkirim email ke beliau di [email protected] Untuk website resmi dari komunitas ini, Anda bisa akses di http://www.santegidio.org
Tulisan: Sr Martina PKarm
|
|
|